CONTOH NASKAH DRAMA RELIGI INTIQAM
SUARA SASTRA - NASKAH DRAMA RELIGI - Pada kesempakatan kali ini, penulis akan berbagi contoh naskah drama religi yang berjudul " Intiqam " karya Nesya Ishfahani. Ini merupakan salah satu contoh naskah drama religi yang diperankan oleh 6 tokoh yang memiliki karakter yang berbeda-beda, semoga bisa menjadi pelajaran bagi kehidupan kita.
NASKAH DRAMA RELIGI " Intiqam " |
INTIQAM
Tokoh :
1. Maryam (Tokoh utama) – Dendam terhadap Ray
2. Ray (Menyukai Maryam) – Tidak direstui – Pembunuh orang tua Maryam
3. Umi Fatimah – Ibu Maryam
4. Abi Hasan – Ayah Maryam
5. Yasmin - Adik Maryam – Mencegah niat balas dendam maryam
6. Ibu Ray
Gambaran Alur :
Orang tua Maryam merupakan korban pembunuhan yang dilakukan oleh Ray, seorang preman pasar. Ray mengejar cintai seorang putri Kiyai pimpinan pondok pesantren yang bernama Maryam, namun sosoknya yang merupakan seorang preman, penuh dengan kekerasan membuat dirinya tak disukai. Alasan sakit hati mendorong Ray untuk melakukan hal keji, yaitu pembunuhan.
Maryam, gadis lembut yang tak pernah meninggikan suaranya mendadak berubah diluar dugaan. Gadis itu terhasut amarah sehingga berniat melakukan balas dendam terhadap Ray yang sudah membunuh orang tuanya. Namun sang adik berhasil mencegah Maryam untuk tidak melakukan hal itu.
Tindakan keji yang dilakukan oleh Ray membuat ibunya tidak bisa melakukan hal apapun, tidak ada ibu yang menginginkan anaknya berprilaku buruk. Namun, atas kesalahan yang telah diperbuat anaknya sang ibu pasrah ketika kebenaran terungkap dan Ray ditahan atas prilaku yang telah diperbuatnya.
Naskah :
Pagi itu Maryam pergi ke pasar untuk membeli keperluan dapur atas perintah ibunya, ditemani sang adik gadis itu membeli beberapa sayuran dan keperluan lain. Kedatangan Maryam ke pasar selalu membuat Ray, si preman pasar itu senang. Sudah lama lelaki itu menaruh hati pada Maryam.
Ray : “Assalamu’alaikum Maryam.” (Sapanya saat Maryam hendak pergi dari pasar)
Maryam : “Wa’alaikumsalam.” (Jawabnya singkat, tetap dengan wajah yang menunduk, menjaga pandangannya)
Ray : “Sudah selesai belanjanya?”
Yasmin : “Sudah. Cepat menyingkir, kau menghalangi jalan kita!” (Ray terlihat kesal, karena yang menjawab pertanyaannya bukan Maryam)
Ray : “Saya tidak bertanya padamu.”
Yasmin : “Aku mewakili mbak Maryam untuk menjawabnya.” (Melihat perdebatan kecil yang terjadi diantara adiknya dan Ray, Maryam mencoba menengahi)
Maryam : “Iya, mas. Kita sudah selesai belanjanya, sekarang mau pulang.”
Ray : (Mendengar jawaban itu Ray tersenyum pada Maryam) “Mau saya antar pulangnya? Tapi hanya kamu sendiri, soalnya saya antarnya pakai motor.”
Yasmin : “Tidak perlu!” (Ray terlihat kesal, selalu saja adik Maryam yang menjawab pertanyaannya.)
Maryam : “Maaf mas, terimakasih. Tapi saya pulang naik angkot saja bersama Yasmin. Permisi.”
Tanpa menunggu kembali jawaban dari Ray, Maryam dan adiknya pergi dari pasar tersebut. Menunggu angkot disebrang jalan untuk mengantarnya pulang sampai ke depan rumahnya.
Sekitar 20 menit perjalanan pulang dari pasar ke rumahnya, Maryam dan Yasmin akhirnya sampai. Menyapa sang ibu yang sudah berada didapur untuk memasak.
Maryam & Yasmin : “Assalamu’alaikum..”
Umi Fatimah : “Wa’alaikumsalam, kalian sudah pulang?”
Maryam : “Sudah Umi, ini belanjaan yang sudah kita beli.” (Kata Maryam sambil menyerahkan beberapa kantung yang berisi belanjaan yang sudah dibelinya)
Umi Fatimah : “Terimakasih.” (Katanya sambil menerima beberapa kantung yang diserahkan Maryam)
Yasmin yang sudah duduk dikursi makan membuka obrolan perihal lelaki yang selalu menggoda kakaknya.
Yasmin : “Umi, masih ingatkah dengan sosok pria pasar yang selalu menggoda mbak Maryam?” Sang ibu mencoba mengingatnya.
Umi Fatimah : “Hmmm, iya Umi ingat. Kenapa memangnya?”
Yasmin : “Pria itu masih saja menggoda mbak Maryam, aku tidak suka!”
Maryam : “Tidak menggoda kok, hanya menyapa saja.”
Yasmin : “Tapi mbak, terlihat jelas jika dia itu ingin menggoda mbak Maryam.”
Maryam : “Tidak Yasmin, dia hanya menyapa.”
Yasmin : (Yasmin kesal dengan kakaknya yang terkesan membela pria itu) “Jangan bilang mbak Maryam sudah mulai suka sama pria itu?”
( Maryam terdiam beberapa detik, terlihat kaget saat Yasmin berbicara seperti itu).
Maryam : “Jangan asal bicara ya Yasmin.”
Yasmin : “Mbak, awas ya jangan sampai suatu saat nanti mbak Maryam menyukai pria itu!”
Sang ibu yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan kakak beradik ini berusaha untuk melerai perdebatan kecil diantara kedua putrinya.
Umi Fatimah : “Sudah, kenapa malah jadi berantem.”
Yasmin : “Pria itu preman pasar, akrab dengan kekerasan dan hidupnya sudah pasti jauh dari agama.”
Maryam : “Yasmin, mbak tidak suka yah ketika kamu selalu memandang buruk orang lain.”
Yasmin : “Memang kenyataannya seperti itu kok.” ( Maryam terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun tertahan ketika ibunya kembali menengahi).
Umi Fatimah : “Yasmin sudah, cukup. Maryam lebih baik kau pergi, mengecek para santri untuk bersiap mengikuti kajian sebentar lagi.” ( Akhirnya Maryam pergi dari area dapur sesuai dengan perintah ibunya ).
Keesokan harinya tanpa disengaja Maryam bertemu dengan Ray saat dalam perjalanan pulang setelah mengisi sebuah kajian, sempat bingung dan takut ketika pria itu menghampirinya. Perdebatan kecil bersama Yasmin tempo hari membuat adiknya masih kesal dan tidak menemaninya hari ini.
Ray : “Eh Maryam, Assalamu’alaikum.”
Maryam : “Wa’alaikumsalam.”
Ray : “Baru pulang yah? Tumben tidak bareng adiknya.”
Maryam : “Iya, Yasmin sedang ada keperluan.”
Ray : “Mas Ray antar pulang yah? Kasian Maryam pulang jalan kaki, masih jauh lagi.”
Maryam : “Tidak usah mas, terimakasih.”
Ray : “Cuaca sudah mendung, sebentar lagi hujan. Ayo biar mas Ray antar saja.”
Maryam terlihat menimbang tawaran dari Ray, cuaca hari ini memang terlihat mendung, padahal waktu masih menunjukan siang hari, tapi awan sudah menunjukan tanda-tanda akan turun hujan. Sekitar 15 detik berpikir tiba-tiba percikan air hujan turun membuat keduanya panik, sontak saja dengan refleks Maryam menerima ajakan pulang dari Ray dan langsung menaiki motornya.Hujan yang cukup lebat membuat keduanya terpaksa harus berteduh, keduanya berteduh disebuah toko disebrang jalan. Melihat Maryam yang menggigil kedinginan Ray yang menggunakan jaket melepaskannya dan memakaikan jaket tersebut pada Maryam, membuat gadis itu terkejut.
Maryam : “Mas maaf, tidak usah.” (Kata Maryam sambil melepas jaket dan dan kembali memberikannya pada Ray namun Ray dengan cepat menolak dan memakaikannya kembali)
Ray : “Kamu kedinginan kan, jadi pakai saja.”
Maryam : “T-tapi mas..”
Ray : (Tidak menanggapi hal itu, Ray malah mengalihkan pembicaraan) “Kita tunggu sampai hujannya reda ya, baru kita pulang.” ( Maryam hanya mengangguk, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Ray ).
Rasa ketertarikan Ray pada Maryam membuatnya ingin memiliki gadis itu, dirinya benar-benar menyukai Maryam dari sejak lama. Meskipun dirinya sosok yang urakan Ray menginginkan sosok perempuan yang baik seperti Maryam. Ray memutuskan untuk pergi ke Pesantren, alasan terbesarnya memang karna Maryam. Namun dibalik itu semua, Ray benar-benar ingin meningalkan dunia gelapnya. Dirinya ingin berubah.
Yasmin : “Abi, kenapa Abi menerima pria itu ke pesantren ini?” (Yasmin bertanya kepada ayahnya saat mengetahui jika Ray, lelaki yang selalu menggoda kakaknya berada dilingkungan pesantren)
Abi Hasan : “Memangnya kenapa? Orang yang datang ke pesantren itu ingin belajar, untuk apa menolak seseorang yang ingin belajar agama.”
Yasmin : “Aku tidak yakin, dia pasti masuk ke pesantren ini hanya ingin mendekati mbak Maryam.”
Abi Hasan : “Maksud kamu?” (Sang ayah terlihat bingung, pria paruh baya itu tidak mengetahui latar belakang kehidupan Ray sebelumnya, dirinya juga tidak mengetahui jika Ray merupakan pria yang selalu mengejar putrinya.
Yasmin : “Abi, pria itu merupakan preman pasar yang selalu menggoda mbak Maryam ketika sedang belanja ke pasar. Pria itu juga akrab dengan kekerasan, sering merampas barang orang lain.” (Abi Hasan cukup terkejut saat mendengar hal itu).
Yasmin : “Apa Abi ingin mbak Maryam didekati oleh pria seperti itu?”
Sebagai ayah, Abi Hasan tidak ingin jika pendamping putrinya merupakan orang yang jauh dari agama. Meski sebenarnya semua orang bisa berubah, namun label yang sudah melekat pada Ray tidak akan pudar begitu saja. Percakapan antara anak dan ayah itu berakhir setelah suara kumandang adzan Ashar terdengar.
Abi Hasan : “Kita lanjutkan bicaranya nanti, sekarang sudah waktunya shalat Ashar.”
Yasmin : “Iya, Abi.”
Sudah sekitar 2 bulan Ray menetap di pondok pesantren Al-Hasan, tak banyak yang berubah dirinya masih sulit untuk menyesuaikan diri. Dirinya masih sulit menerapkan kebiasaan baik yang selalu dikerjakan di pesantren. Ray merasa lelah dan tak sanggup dengan kehidupan seperti ini, namun Ray mencoba bertahan.
Maryam, gadis yang ia sukai perlahan sudah mulai dekat dengannya. Maryam memang gadis yang sangat lembut, baik dan penuh dengan perasaan. Maryam melihat sosok Ray dari sudut pandang yang lain, meski latar belakang kehidupan Ray tidak begitu baik dirinya percaya bahwa semua orang bisa berubah ke arah yang lebih baik. Setiap orang memiliki kesempatan untuk memperbaiki dirinya. Begitulah Maryam menilai Ray, setelah sekitar 2 bulan dirinya dekat dan banyak membantu Ray untuk mempelajari ilmu agama.
Ray : “Aku ingin bertemu dengan Abi Hasan.” (Kata Ray pada Maryam, keduanya tengah duduk sambil menikmati angin sore disebuah kursi)
Maryam : “Ada keperluan apa mas Ray ingin bertemu Abi?”
Ray : “Ada hal yang ingin aku bicarakan.”
Maryam : “Jika ingin menemui Abi, mas Ray bisa menemui beliau ba’da ashar. Diwaktu itu Abi sedikit senggang.”
Ray : “Baiklah, aku akan menemui beliau nanti.”
Hari itu, selepas ashar Ray datang menemui Abi Hasan yang tengah duduk disebuah kursi taman. sudah menjadi rutinitas beliau jika sore hari pria paruh baya itu selalu menghabiskan waktunya ditaman.
Ray : “Assalamu’alaikum Abi.” (Sapa Ray lalu mencium tangan Abi Hasan)
Abi Hasan : “Wa’alaikumsalam.”
Ray : “Maaf mengganggu waktunya, Abi...”
Abi Hasan : “Ada perlu apa kamu Ray?”
Ray : “Maaf Abi.. Sebenarnya saya ingin mengatakan, bahwa saya sangat mencintai Maryam. Putri Abi benar-benar telah membuat saja jatuh hati, izinkan saya untuk melamar Maryam.”
Mendengar hal itu Abi Hasan terlihat kaget, lalu beliau terkekeh, menganggap omongan Ray hanya lelucon belaka.
Ray : “Saya serius Abi..”
Abi Hasan : “Saya sudah mengetahui bahwa anda mencintai Maryam, selama dua bulan ini saya memantau anda. Awalnya saya percaya bahwa anda bisa berubah, namun seseorang bisa berubah jika dirinya memiliki tekad dan niat yang kuat atas keinginannya untuk berubah. Namun sepertinya anda tidak memiliki niat dan tekad yang kuat untuk berubah, anda masih sering terlibat dengan kekerasan. Selalu tersulut emosi dan selalu membuat onar dipesantren ini.”
Apa yang dikatakan oleh Abi Hasan itu memang benar, Ray masih belum bisa mengontrol emosinya. Selalu mudah tersulut dan berakhir dengan kekerasan, dirinya pernah terlibat beberapa masalah dengan santri disini.
Abi Hasan : “Lalu, niatmu masuk kedalam pesantren ini saya rasa bukan keinginan dari hatimu sendiri. Anda masuk ke sini karena Maryam, bukan karena Lillahita’ala. Itu merupakan keputusan yang keliru jika tindakanmu diniatkan hanya untuk seseorang.”
Ray : “Awalnya memang seperti itu, namu—”
Abi Hasan : “Saya menolak lamaran kamu terhadap anak saya, saya tidak akan pernah menerimanya.”
Kemudan Abi Hasan pergi meninggalkan tempat itu, menyisakan Ray dengan perasaan kecewa atas lamaranya yang ditolak. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras menandakan bahwa dirinya benar-benar marah dan kecewa atas penolakan itu.
Tak terima dengan penolakan itu, Ray memutuskan untuk keluar dari Pesantren. Maryam sempat bingung alasan apa yang membuat Ray memutuskan untuk pergi, ingin bertanya namun pria itu terlihat menghindari dirinya. Maryam merasa sangat sedih ketika kembali melihat Ray berada dipasar bersama teman-teman terdahulunya.
Waktu menunjukan pukul dua malam, sudah menjadi rutunitas Abi Hasan selalu bangun pada waktu itu untuk melaksanakan amalan-amalan dimalam hari. Abi Hasan pergi ke mesjid, melaksanakan shalat tahajud, berdzikir hingga mengaji. Suasana pesantren pada waktu dini hari masih sepi, semua orang masih tertidur lelap kecuali Abi Hasan.
Lantuan-lantuan ayat suci beliau ucapkan, kala itu Abi Hasan sedang membaca surat Al-Mulk. Namun perasaannya mendadak gusar ketika beliau mendengar suara langkah kaki seseorang, kepalanya menengok ke segala arah untuk memastikan langkah kaki siapa yang mengarah ke arahnya. Namun padangannya tak melihat siapapun, lalu beliau kembali melanjutkan membaca ayat suci Al-Qur’an.
Hingga hal yang tak terdugapun terjadi, sosok pria dengan penampilan serba hitam dan wajah yang ditutupi itu mexxxxak Abi Hasan dari belakang. Pria paruh baya itu tergeletak dengan darah yang keluar dari punggungnya.Suara dentuman temxxxan itu mengejutkan semua orang hingga suasana pesantren menjadi riuh, semua orang berhamburan keluar untuk melihat suara apa yang terdengar. Membuat pria bertopeng itu panik dan segera meloloskan diri.
Semua santri terkejut saat melihat Abi Hasan tergeletak tak berdaya akibat insiden penembakan, keluarganya benar-benar menangis terlebih Maryam yang tak bisa menahan kesedihannya melihat sang Ayah sudah meninggal dunia akibat peristiwa penembakan itu.
Ternyata saat insiden itu, Maryam mengetahuinya. Saat itu dirinya sudah terbangun dan ingin menyusul sang ayah yang sudah berada dimesjid terlebih dahulu. Namun pergerakannya terhenti saat melihat sosok orang yang memakai pakaian serba hitam tengah berlari dengan cepat, yang membuatnya terkejut adalah ketika pria itu membuka penutup wajahnya dan menampilkan sosok Ray. Setelah kepergian ayahnya, suasana terus terasa berduka. Terlebih Maryam, sosoknya begitu dengan Abi Hasan membuatnya merasa begitu kehilangan. Entah apa yang membuat Maryam kali ini pergi mendatangi Ray yang kala itu dirinya sengaja pergi ke pasar.
Maryam : “Mas, aku ingin bicara.”
Ray : “Maryam, ingin bicara apa?”
Maryam : “Kenapa kamu membunuh Abi?” (Katanya dengan raut wajah penuh dengan kemarahan)
Ray sontak saja terkejut, raut wajahnya tidak bisa bohong jika dia begitu panik dengan pertanyaan itu.
Ray : “M-maksud kamu apa?”
Maryam : “Kamu tidak usah mengelak, aku tahu kalau yang membunuh Abi itu kamu!”
Ray : “Kamu jangan sembarangan nuduh ya!”
Maryam : “Ngaku atau kamu akan aku bunuh juga!” (Tidak ada yang menyangka saat itu Maryam berbicara sambil menodongkan sebuah pixxxl)
Ray : “M-Maryam tolong lepaskan itu.”
Maryam : “Ngaku atau kamu akan aku bunuh juga!”
Beruntung saat itu Yasmin datang, begitu mengetahui kakaknya pergi tanpa sepengetahuannya Yasmin langsung menyusul dan melerai pertikaian antara kakaknya dan Ray.
Yasmin : “Mbak Maryam berhenti!”
Maryam : “Dia yang sudah membunuh Abi, Yasmin!!”
Yasmin : “Iya sudah turunkan itu mbak!”
Maryam : “Tidak, aku harus membunuhnya juga! Dia sudah membunuh ayahku!!”
Yasmin : “Abi tidak pernah mengajarkan kita balas dendam, jadi tolong kendalikan dirimu!”
Akhirnya Maryam perlahan menurunkan senjata itu, mengatur nafasnya untuk mengendalikan dirinya. Sampai akhirnya datang seorang polisi dengan seorang wanita yang tak lain adalah ibu dari Ray.
Ibu Ray : “Raihan! Ibu tahu kau seorang preman. Berlagak sok jagoan tapi kenapa kau sampai berani membunuh orang?!” (Katanya sang ibu sambil menangis, ak menyangka jika anaknya bertindak lebih jauh)
Ray : “I-ibu..” (Ucapnya dengan suara gemetar)
Polisi : “Saudara Raihan, anda kami tangkap atas tindak prilaku pembunuhan terhadap pimpinan Pondok Pesantren Al-Hasan.”
Ibu Ray : “Kau harus dihukum atas tindakanmu.”
Tidak melakukan pembelaan lagi, Ray pasrah ketika dirinya dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Maryam sedikit lega ketika pelaku kejahatan itu sudah ditangkap oleh polisi, dirinya benar-benar tidak menyangka jika Ray melakukan hal itu.
[END]
Demikian contoh naskah drama religi yang berjudul " Intiqam " semoga bermanfaat untuk teman - teman.
Terimakasih